Beberapa tahun lalu kita sering
mendengar berita yang menghebohkan masyarakat Indonesia khususnya nasabah dari
salah satu bank Asia yang tertipu dengan kehadiran salah satu website bank
terbesar tersebut. Tidak hanya itu saja ada juga kejahatan dengan peng-hacking-an website-website negara. Semua
itu bisa disebut Cyber Crime (Kejahatan
Dunia Maya). Apa itu Kejahatan Dunia Maya? Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) adalah istilah yang mengacu
kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat,
sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Dilihat dari katanya, cyber crime berasala dari dua kata yaitu
cyber dan crime. Cyber berasal dari singkatan cyberspace dimana sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini
tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan
suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan.
Sedangkan crime berarti kejahatan, menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan
suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan,
yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
Terdapat beberapa jenis Cyber Crime, yaitu:
·
Penggandaan Kartu (Carding). Ex:
Skimming ATM, Pencurian nomor Kartu kredit.
·
Nama Domain (Domain Name): calo /
cybersquat, plesetan / typosquating nama domain, nama pesaing.
·
Pembajakan / menggunakan komputer orang
lain tanpa izin (Hijacking).
·
Akses data tanpa izin (Hacking), bisa
dengan virus atau cara lain.
·
Membocorkan data (Data Leakage),
terutama data rahasia negara / perusahaan.
·
Pembajakan software (Software piracy)
terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
·
Hoax: pembuatan dan penyebaran berita
palsu, dll.
Apa sajakah kasus-kasus Cyber Crime yang pernah terjadi di
Indonesia? Pencurian dan penggunaan akun internet milik orang lain yang
menggunakan ISP (Internet Service
Provider), dimana akun pelanggan yang dicuri dan digunakan secara tidak
sah. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang
dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang
tidak berhak. Akibatnya, penggunaan dibebani biaya penggunaan akun tersebut.
Kasus yang pernah diangkat di ISP ini adalah penggunaan akun curian oleh dua
warnet di Bandung.
Kemudian dalam pemalsuan layanan
perbankan lewat internet BCA. Steven Haryanto adalah pembuat situs asli BCA
namun dia juga membuat situs palsu BCA. Lewat situs-situs tersebut, jika
nasabah salah mengetik situs asli dan masuk ke situs-situs palsu tersebut,
identitas pengguna dan PIN dapat ditangkap. Tercatat 130 nasabah tercuri
data-datanya. Menurut pengakuan Steven, tujuannya membuat situs palsu tersebut
adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan pengetikan alamat situs,
bukan untuk meraup keuntungan.
Kemudian terlintas dibenak kita, kok bisa mereka melakukan seperti itu?
Semua itu dilakukan dengan teknik Social
Engineering. Apa itu Social Engineering? Social Engineering adalah
manipulasi psikologis dari seseorang dalam melakukan aksi atau menguak suatu
informasi rahasia. Hal ini biasanya dilakukan melalui telepon atau internet.
Inilah metode yang dilakukan hacker
untuk memperoleh informasi tentang targetnya, dengan cara meminta informasi itu
langsung kepada korban.
Pada banyak referensi, faktor manusia dinilai
sebagai rantai paling lemah dalam sebuah sistem keamanan. Sebuah sistem
keamanan yang baik, akan menjadi tidak berguna jika ditangani oleh
administrator yang kurang kompeten. Selain itu, biasanya pada sebuah jaringan
yang cukup kompleks terdapat banyak user yang kurang mengerti masalah keamanan
atau tidak cukup peduli tentang hal itu.
Berikut ini ada contoh dari metode
Social Engineering dari kisah Master Social Engineering yang melegenda yaitu
Kevin Mitnick, cerita yang dikisahkan Mitnick sendiri pada sebuah forum online
Slasdot.org.
“Pada satu kesempatan, saya ditantang
oleh seorang teman untuk mendapatkan nomor (telepon) Sprint Foncard-nya. Ia
mengatakan akan membelikan makan malam jika saya bisa mendapatkan nomor itu.
Saya tidak akan menolak makan enak, jadi saya berusaha dengan menghubungi
Customer Service dan perpura-pura sebagai seorang dari bagian teknologi
informasi. Saya tanyakan pada petugas yang menjawab apakah ia mengalami
kesulitan pada sitem yang digunakan. Ia bilang tidak, saya tanyakan sistem yang
digunakan untuk mengakses data pelanggan, saya berpura-pura ingin
memverifikasi. Ia menyebutkan nama sistemnya.”
“Setelah itu saya kembali menelepon
Costumer Service dan dihubungkan dengan petugas yang berbeda. Saya bilang bahwa
komputer saya rusak dan saya ingin melihat data seorang pelanggan. Ia
mengatakan data itu sudah berjibun pertanyaan. Siapa nama anda? Anda kerja buat
siapa? Alamat anda dimana? Yah, seperti itulah. Karena saya kurang riset, saya
mengarang nama dan tempat saja. Gagal. Ia bilang akan melaporkan
telepon-telepon ini pada keamanan.”
“Karena saya mencatat namanya, saya
membawa seorang teman dan memberitahukannya tentang situasi yang terjadi. Saya
meminta teman itu untuk menyamar sebagai ‘penyelidik keamanan’ untuk mencatat
laporan dari petugas Customer Service dan berbicara dengan petugas tadi.
Sebagai ‘penyelidik’ ia mengatakan menerima laporan adanya orang berusaha
mendapatkan informasi pribadinya pelanggan. Setelah tanya jawab soal telepon
tadi, ‘penyelidik menanyakan apa informasi yang diminta penelepon tadi. Petugas
itu bilang nomor Foncard. ‘penyelidik’ bertanya, memang berapa nomornya? Dan
petugas itu memberikan nomornya. Kasus selesai.”
Setelah membaca penjelasan di atas, apa
solusi agar terhindar dari Cyber Crime
dan kejahatan Social Engineering?
1.
Selalu hati-hati. Jika bertemu dengan
orang yang baru dikenal jangan asal percaya dan jangan langsung membagi
informasi pribadi begitu saja.
2.
Belajar dari pengalaman orang lain. Baik
melalui buku, internet, acara televisi dan lain-lain.
3.
Pelatihan dan sosialisasi dari
perusahaan ke karyawan dan unit-unit terkait mengenai pentingnya mengelola
keamanan informasi melalui berbagai cara dan kiat.
4.
Organisasi atau perusahaan mengeluarkan
sebuah buku saku berisi panduan mengamankan informasi yang mudah dimengerti dan
diterapkan oleh pegawainya untuk mengurangi insiden-insiden yang tidak
diinginkan.